BAB 1
PENDAHULUAN
Al-Qur'an diturunkan untuk memahami petunjuk kepada
manusia kearah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas
kehidupan yang didasarkan pada keimana kepada allah SWT dan risalah-Nya,
sebagian besar qur'an pada mulanya diturunkan untuk tujuan menyaksikan banyak
peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi diantara mereka khusus yang memerlukan
penjelasan hukum allah SWT.
Asbabun nuzul
adakalanya berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan
yang disampaikan kepada Rasulullah SAW untuk
mengetahui hukum suatu masalah, sehingga Qur'an pun turun sesudah terjadi
peristiwa atau pertanyaan tersebut. Asbabun nuzul mempunyai pengaruh
dalam memahami makna dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian asbabun nuzul
Asbabun Nuzul didefinisikan “sebagai suatu hal
yang karenanya al-qur’ann diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa
hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”, asbabun nuzul
membahas kasus-kasus yang menjadi turunnya beberapa ayat al-qur’an,
macam-macamnya, sight (redaksi-redaksinya), tarjih riwayat-riwayatnya dan
faedah dalam mempelajarinya.
Untuk menafsirkan qur’an ilmu asbabun nuzul sangat
diperlukan sekali, sehingga ada pihak yang mengkhususkan diri dalam pembahasan
dalam bidang ini, yaitu yang terkenal diantaranya ialah Ali bin madani, guru
bukhari, al-wahidi , al-ja’bar , yang meringkaskan kitab al-wahidi dengan
menghilangkan isnad-isnadnya, tanpa menambahkan sesuatu, syikhul islam ibn
hajar yang mengarang satu kitab mengenai asbabun nuzul.
Pedoman dasar para ulama’ dalam mengetahui asbabun
nuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari rasulullah atau dari sahabat. Itu
disebabkan pembaritahuan seorang sahabat mengenai asbabun nuzul, al-wahidi
mengatakan: “ tidak halal berpendapat mengenai asbabun nuzul kitab,
kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau mendengar langsung dari
orang-orang yang menyaksikan turunnya. Mengetahui sebab-sebabnya dan membahas
tentang pengertian secara bersungguh-sungguh dalam mencarinya ”
Para ulama’ salaf terdahulu untuk mengemukakan sesuatu
mengenai asbabun nuzul mereka amat berhati-hati, tanpa memiliki pengetahuan yang
jelas mereka tidak berani untuk menafsirkan suatu ayat yang telah diturunkan.
Muhammad bin sirin mengatakan: ketika aku tanyakan kepada ‘ubaidah mengetahui
satu ayat qur’an, dijawab: bertaqwalah kapada allah dan berkatalah yang benar.
Orang-oarang yang mengetahui mengenai apa qur’an itu diturunkan telah
meninggal.
Maksudnya: para sahabat, apabila seorang ulama semacam
ibn sirin, yang termasuk tokoh tabi’in terkemuka sudah demikian berhati-hati
dan cermat mengenai riwayat dan kata-kata yang menentukan, maka hal itu
menunjukkan bahwa seseorang harus mengetahui benar-benar asbabun nuzul. Oleh
sebab itu yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul adalah riwayat
ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang secara pasti
menunjukkan asbabun nuzul.
Al-wahidi telah menentang ulama-ulama zamannya atas
kecerobohan mereka terhadap riwayat asbabun nuzul, bahkan dia (Al-wahidi
) menuduh mereka pendusta dan mengingatkan mereka akan ancaman berat, dengan
mengatakan: “ sekarang, setiap orang suka mangada-ada dan berbuat dusta; ia
menempatkan kedudukannya dalam kebodohan, tanpa memikirkan ancaman berat bagi
orang yang tidak mengetahui sebab turunnya ayat ”.
B. Pedoman mengetahui asbabun nuzul
Aisyah pernah mendengar ketika khaulah binti sa’labah
mempertanyakan suatu hal kepada nabi bahwasannya dia dikenakan zihar. Oleh
suaminya aus bin samit katanya: “ Rasulullah, suamiku telah menghabiskan masa
mudaku dan sudah beberapa kali aku mengandung karenanya, sekarang setelah aku
menjadi tua dan tidak beranak lagi ia menjatuhkan zihar kepadaku”. Ya allah
sesunguhnya aku mengadu kepadamu, aisyah berkata: tiba-tiba jibril turun
membawa ayat-ayat ini; sesungguhnya allah telah mendengar perkataan perempuan
yang mengadu kepadamu tentang suaminya, yakni aus bin samit.
“Hal ini tidak berarti sebagai acuan bagi setiap orang
harus mencari sebab turun setiap ayat”, karena tidak semua ayat qur’an
diturunkan sebab timbul suatu peristiwa dalam kejadian, atau karena suatu
pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat qur’an yang diturunkan sebagai permulaan
tanpa sebab, mengenai akidah iman, kewajiban islam dan syariat allah dalam
kehidupan pribadi dan social.
Definisi asbabun nuzul yang dikemukakan pada pembagian
ayat-ayat al-qur’an terhadap dua kelompok: Pertama, kelompok yang turun tanpa
sebab, dan kedua, adalah kelompok yang turun dengan sebab tertentu.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak semua ayat menyangkut keimanan,
kewajiban dari syariat agama turun tanpa asbabun nuzul.
Sahabat ali ibn mas’ud dan lainnya, tentu tidak satu
ayatpun diturunkan kecuali salah seorang mereka mengetahui tentang apa ayat itu
diturunkan seharusnya tidak dipahami melalui beberapa kemungkinan; Pertama,
dengan pernyataan itu mereka bermaksud mengungkapkan betapa kuatnya perhatian
mereka terhadap al-qur’an dan mengikuti setiap keadaan yang berhubungan
dengannya. Kedua, mereka berbaik sangka dengan segala apa yang mereka dengar
dan saksikan pada masa rasulullah dan mengizinkan agar orang mengambil apa yang
mereka ketahui sehingga tidak akan lenyap dengan berakhirnya hidup mereka,
bagaimanapun suatu hal yang logis bahwa tidak mungkin semua asbabun nuzul dari
semua ayat yang mempunyai sebab al-nuzul bisa mereka saksikan. Ketiga, para
periwayat menambah dalam periwatnya dan membangsakannya kepada sahabat.
Intensitas para sahabat mempunyai semangat yang tinggi
untuk mengikuti perjalanan turunnya wahyu, mereka bukan saja berupaya menghafal
ayat-ayat al-qur’an dan hal-hal yang berhubungan serta mereka juga melestarikan
sunah nabi, sejalan dengan itu al-hakim menjelaskan dalam ilmu hadist bahwa
seorang sahabat yang menyaksikan masa wahyu dan al-qu’an diturunkan tentang
suatu ( kejadian ) maka hadist itu dipandang hadist musnad, Ibnu al-shalah dan
lainnya juga sejalan dengan pandangan ini.
Asbabun Nuzul dengan hadist mursal, yaitu hadist
yang gugur dari sanadnya seoarng sahabat dan mata rantai periwayatnya hanya
sampai kepada seorang tabi’in, maka riwayat ini tidak diterima kecuali sanadnya
shahih dan mengambil tafsirnya dari para sahabat, seperti mujahid, hikmah dan
said bin jubair. para ulama menetapkan bahwa tidak ada jalan untuk mengetahui
asbabun nuzul kecuali melalui riwayat yang shahih.
Mereka tidak dapat menerima hasil nalar dan ijtihad
dalam masalah ini, namun tampaknya pandangan mereka tidak selamanya berlaku
secara mutlak, tidak jarang pandangan terhadap riwayat-riwayat asbabun nuzul
bagi ayat tertentu berbeda-beda yang kadang-kadang memerlukan Tarjih (
mengambil riwayat yang lebih kuat ) untuk melakukan tarjih diperlukan analisis
dan ijtihad.
C. Macam-macam asbabun nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun
nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya
lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat
yang turun satu ) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini persoalan yang
terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang
sebab turunnya satu ). sebab turun ayat disebut ta’addud karena wahid atau
tunggal bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau
sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil.
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab
turun ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan
berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan
dianalisis, permasalahannya ada empat bentuk: Pertama, salah satu dari keduanya
shahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya shahih akan tetapi salah satunya
mempunyai penguat ( Murajjih ) dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya shahih dan
keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat ( Murajjih ). Akan tetapi, keduanya
dapat diambil sekaligus. Keempat, keduanya shahih, tidak mempunyai penguat (
Murajjih ) dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
D. Pengetahuan tentang asbabun nuzul
Perlunya mengetahui asbabun nuzul, al-wahidi berkata:”
tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat al-qur’an tanpa mangetahui
kisahnya dan sebab turunnya ayat adalah jalan yang kuat dalam memahami makna
al-qur’an”. Ibnu taimiyah berkata: mengetahui sebab turun ayat membantu untuk
memahami ayat al-qur’an. Sebab pengetahuan tentang “sebab” akan membawa kepada
pengetahuan tentang yang disebabkan (akibat).
Namum sebagaimana telah diterangkan sebelumnya tidak
semua al-qur’an harus mempunyai sebab turun, ayat-ayat yang mempunyai sebab
turun juga tidak semuanya harus diketahui sehingga, tanpa mengetahuinya ayat
tersebut bisa dipahami, ahmad adil kamal menjelaskan bahwa turunnya ayat-ayat
al-qur’an melalui tiga cara:
- Pertama ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada nabi.
- Kedua ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan.
- Ketiga ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelmpok;
- Ayat-ayat yang sebab turunnya harus diketahui ( hukum ) karena asbabun nuzulnya harus diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru.
- Ayat-ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui, ( ayat yang menyangkut kisah dalam al-qur’an).
Kebanyakan ayat-ayat kisah turun
tanpa sebab yang khusus, namun ini tidak benar bahwa semua ayat-ayat kisah
tidak perlu mengetahui sebab turunnya, bagaimanpun sebagian kisah al-qur’an
tidak dapat dipahami tanpa pengetahuan tentang sebab turunnya.
E. Faedah asbabun nuzul
- Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan allah secara khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui al-qur’an.
- Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
- Dapat menolak dugaan adanya Hasr ( pembatasan ).
- Dapat mengkhususkan (Takhsis) hokum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
- Diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hokum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang mengkhususkannya ).
- Diketahui ayat tertetu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang tidak bersalah.
- Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya.
Beberapa
contoh tentang faedah ilmu Asbabun Nuzul.
Pertama:
Marwan ibnul Hakam sulit dalam memahami ayat:
Marwan ibnul Hakam sulit dalam memahami ayat:
Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa
orang-orang yang bergembira dengan apa yang mereka telah kerjakan dan mereka
suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu
menyangka bahwa mereka terlepas dari siksaan. (Ali Imrân: 188).
Beliau memerintahkan kepada pembantunya: "Pergilah menemui Ibnu
Abbas dan katakan kepadanya, bila semua orang telah merasa puas dengan apa yang
telah ada dan ingin dipuji terhadap perbuatan yang belum terbukti hasilnya
pasti ia akan disiksa dan kamipun akan terkena siksa". Ibnu Abbas
menjelaskan kepadanya (pembantu), bahwa ia (Marwan) merasa kesulitan dalam
memahami ayat tersebut dan kemudian Ibnu Abbas menjelaskannya: "Ayat
tersebut turun sehubungan dengan persoalan Ahli Kitab (Yahudi) tatkala ditanya
oleh Nabi SAW, tentang sesuatu persoalan dimana mereka tidak menjawab
pertanyaan yang sebenarnya ditanyakan, mereka mengalihkan kepada persoalan yang
lain serta menganggap bahwa persoalan yang ditanyakan oleh Nabi kepadanya telah
terjawab. Setelah itu mereka meminta pujian kepada Nabi, maka turunlah ayat
tersebut di atas. (HR. Bukhari Muslim).
Kedua:
Urwah Ibnu Jubair juga mengalami kesulitan dalam memahami makna firman Allah SWT:
Urwah Ibnu Jubair juga mengalami kesulitan dalam memahami makna firman Allah SWT:
Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari
syiar Allah. Barangsiapa yang beribadah Haji ke Baitullah atau berumrah, maka
tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. (Al-Baqarah: 158).
Menurut zhahir ayat dinyatakan bahwa sa'i antara Shafa dan Marwah
adalah tidak wajib, bahkan sampai Urwah ibnu Zubair mengatakan kepada bibinya
Aisyah r.a.: "Hai bibiku! sesungguhnya Allah telah berfirman: "tidak
mengapa baginya untuk melakukan sa'i antara keduanya", karena itu saya
berpendapat bahwa "tidak apa-apa bagi orang yang melakukan Haji Umrah
sekalipun tidak melakukan sa'i antara keduanya". Aisyah seraya menjawab:
"Hai keponakanku! kata-katamu itu tidak benar. Andaikata maksudnya
sebagaimana yang kau katakan niscaya Allah berfirman "tidak mengapa kalau
tidak melakukan sa'i antara keduanya".
Setelah itu Aisyah menjelaskan: bahwasanya orang-orang Jahiliyah dahulu
melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah sedang mereka dalam sa'inya mengunjungi
dua patung yang bernama Isaar yang berada di bukit Shafa dan Na'ilah
yang berada di bukit Marwah. Tatkala orang-orang masuk Islam diantara kalangan
sahabat ada yang merasa berkeberatan untuk melakukan sa'i antara keduanya
karena khawatir campur-baur antara ibadah Islam dengan ibadah Jahiliyah. Dari
itu turunlah ayat sebagai bantahan terhadap keberatan mereka (yang mengatakan)
kalau-kalau tercela atau berdosa dan menyatakan wajib bagi mereka untuk
melakukan sa'i karena Allah semata bukan karena berhala. Itulah sebabnya Aisyah
membantah pendapat Urwah berdasarkan sebab turun ayat.
Ketiga: Sebagian Imam mengalami kesulitan dalam
memahami makna syarat dalam firman Allah SWT:
Dan perempuan-perempuan yang terhenti dari haid
diantara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang) iddahnya maka
iddah mereka adalah 3 bulan. (Ath- Thalaq: 4).
Golongan zhahiriah berpendapat bahwa Ayisah (wanita yang tidak
lagi haid karena sudah lanjut usia) mereka tidak perlu masa iddah bila
keayisahannya tidak diragukan lagi. Kesalahpahaman mereka nampak dengan
berdasarkan Asbabun Nuzul, dimana ayat tersebut adalah merupakan khitab
(ketentuan) bagi orang yang tidak mengetahui bagaimana seharusnya dalam masa
iddah, serta mereka ragu apakah mereka perlu iddah atau tidak.
Dari itu maka makna " " (bila anda bingung tentang bagaimana mereka dan tidak mengerti
tentang iddah mereka, maka inilah undang-undangnya). Ayat turun setelah ada
sebagian shahabat yang mengatakan bahwa diantara iddah kaum wanita tidak
terdapat dalam Al-Qur'an; yaitu wanita yang masih kecil dan wanita yang Ayisah.
Setelah itu turunlah ayat yang menjelaskan ketentuan tentang mereka. Wallâhu
a'lam.
Keempat:
Diantara contoh tentang ilmu Asbabun Nuzul sebagai sanggahan terhadap dugaan hashr (batasan tertentu) sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Syafi'i tentang firman Allah SWT:
Diantara contoh tentang ilmu Asbabun Nuzul sebagai sanggahan terhadap dugaan hashr (batasan tertentu) sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Syafi'i tentang firman Allah SWT:
Katakanlah! tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi
karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama
selain Allah. (Al-An'âm:
145).
Dalam hal ini beliau mengungkapkan yang maksudnya: bahwa orang kafir
ketika mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah dan menghala1kan apa yang
diharamkan Allah serta mereka terlalu berlebihan, maka turunlah ayat sebagai
bantahan terhadap mereka. Dengan demikian seolah-olah Allah berfirman
"Yang halal hanya yang kamu anggap haram dan yang haram itu yang kamu
anggap halal".
Dalam hal ini Allah tidak bermaksud menetapkan kebalikan dari ketentuan
di atas melainkan sekedar menjelaskan ketentuan yang haram samasekali tidak
menyinggung-nyinggung yang halal.
Imam Al-Haramain berkata "uslub ayat tersebut sangat indah. Kalau
saja Imam Syafi'i tidak mengatakan pendapat yang demikian niscaya kami tidak
dapat menarik kesimpulan perbedaan imam Malik dalam hal hashr/batasan hal yang
diharamkan sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas".
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seteleh mempelajari dan melihat pembahasan yang telah dijabarkan panjang
lebar diatas, dapat kami simpulkan bahwasannya:
1. Asbabun nuzul didefinisikan
1. Asbabun nuzul didefinisikan
“sebagai
suatu hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status
hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”,
serta memiliki faedah didalamnya.
2. Cara turunnya Asbabun Nuzul itu:
- Pertama ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada nabi.
- Kedua ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan.
- Ketiga ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelmpok:
a.
Ayat-ayat yang sebab turunnya harus diketahui ( hukum
) karena asbabun nuzulnya harus diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi
keliru.
- Ayat-ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui,(ayat yang menyangkut kisah dalam al-qur’an).
3. Faedah
asbabun nuzul
- Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan allah secara khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui al-qur’an.
- Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya
- Dapat menolak dugaan adanya Hasr ( pembatasan ).
- Dapat mengkhususkan (Takhsis) hokum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
- Diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hokum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang mengkhususkannya ).
- Diketahui ayat tertetu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang tidak bersalah.
- Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid,
Ramli.1994.ulumul qur’an.Jakarta:Rajawali
Al-khattan, Manna’ khalil.2001.Studi ilmu-ilmu qur’an.Bogor:PT. Pustaka litera antar nusa
Al-khattan, Manna’ khalil.2001.Studi ilmu-ilmu qur’an.Bogor:PT. Pustaka litera antar nusa
Syadali, Ahmad.1997.Ulumul qur’an
I.Bandung:CV. Pustaka Setia
Thamrin, Husni.1982.Muhimmah ulumul qur’an.Semarang:Bumi Aksara
Zuhdi, Masfuk.1993.Pengantar ulumul qur’an.Surabaya:Bina Ilmu
Thamrin, Husni.1982.Muhimmah ulumul qur’an.Semarang:Bumi Aksara
Zuhdi, Masfuk.1993.Pengantar ulumul qur’an.Surabaya:Bina Ilmu
by : Fadli,Fendra,Ferni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar